Indonesia peringkat kedua di dunia setelah Rusia dalam pornografi dan pornoaksi, tau kenapa ?

Indonesia selalu saja di barisan uncit!

Pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-12 dari 12 negara Asia Tenggara, bahkan lebih rendah dari Vietnam. (Penelitian the political and Economic Risk Consultancy). Sementara itu, kualitas SDM Indonesia berdasarkan hasil penelitian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000 menduduki urutan ke-109 dari 174 negara. Dalam hal clean government bebasnya dari korupsi, Indonesia juga menempati rangking 142 dari 146 negara, dengan IPK (Indeks Persepsi Korupsi) 2,0. Itu pun sudah naik dari yang sebelumnya peringkat nomor dua dari bawah.

Dan cukuplah tiga contoh itu, mewakili betapa terkebelakangnya negeri jamrud khatulistiwa ini. Belum lagi, bila bicara masalah kemiskinan, sains teknologi, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.... Indonesia mesti bersabar... sangat bersabar.

Namun, tampaknya paling tidak Indonesia masih bisa berbangga. Toh walaupun prestasinya jelek di hampir semua bidang, ternyata di dunia Internasional, negeri ini masih bisa meraih gelar peringkat tiga besar di salah satu bidang. Indonesia ternyata berhasil meraih peringkat kedua di dunia setelah Rusia berdasarkan Kantor Berita Associated Press dalam hal kasus pornografi-pornoaksi...... Horee!!
Berita itu memang cukup mengejutkan dan bikin syok. Bila Rusia mendapat peringkat pertama, memang kedengarannya wajar. Sudah mafhum bagi orang, bila negaranya Lenin ini adalah surga bagi pornografi dan pornoaksi. Tapi Indonesia.... walaahh! Bukannya ini negri agamis, punya daerah yang dijuluki serambi makkah, katanya sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, terus punya segudang ulama dan beribu pesantren?!

Terus kenapa? Memangnya semua hal di atas menjamin. Bila semboyan-semboyan moral cuma kamuflase, ulama tidak digubris, pesantren dituduh hanya sarang teroris... Dan ketika keran kebebasan dibuka seluas-luasnya, sekolah hanya untuk transfer ilmu bukan sarana pendidikan moral dan perilaku. Maka wajar dong ’prestasi’ itu diraih. Bahkan kita mesti membusungkan dada, untuk kali ini kita berhasil mengalahkan Amerika Serikat dan Perancis sekalipun yang terkenal kampiun dalam hal porno-pornoan.
Maka saksikanlah, negeri ini sekarang mulai menjelma menjadi negeri porno.... hehehe.. keren!
Porno, sejarah mencatat sebenarnya pornografi-pornoaksi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sedari dulu kita ternyata sudah terkenal dalam masalah pornografi. Kita bisa melihat misalnya dalam karya-karya sastra klasik jebolan maesro-maestro di Indonesia, seperti Arjunawijaya, Arjunawiwaha, Bharatayudha, Sumanasanaka, Sutasoma, Subadra Wiwaha, Kama Sutra yang sarat dengan gambaran-gambaran erotis. Juga kita bisa menyaksikan relief-relief di candi-candi Indonesia yang menggambarkan pornografi. Museum Pusaka di Jakarta sendiri juga memamerkan patung-patung primitif etnik yang juga porno.

Foto porno di Indonesia juga bukan hal yang baru. Sejak 1930-an sudah dikenal foto-foto gadis Bali yang bertelanjang dada. Lukisan porno? Bahkan sejak dulu kita punya pelukis porno yang karirnya diakui dunia internasional; Affandi, dengan berbagai lukisan telanjangnya, seperti “Telanjang tahun 1947” dan “Telanjang dan Dua Kucing tahun 1952”

Maka tak perlu terkejut, karena porno ternyata adalah warisan dari nenek moyang kita terdahulu. Ternyata nenek moyang kita bukan hanya seorang pelaut, seperti yang sering didendangkan itu ya...
Hingga kemudian di zaman modern kita menyaksikan yang namanya porno begitu menjadi-jadi. Telanjang sudah betul-betul ‘telanjang’ di hadapan mata kita. Berbagai media seolah berlomba untuk turut serta.... dalam lomba porno-pornoan. Fastabiqul Aurat!

Di dunia maya, Indonesia ternyata termasuk rajanya. Bahkan, konon banyak situs-situs porno terkenal adalah buatan putra-putra terbaik bangsa. William B Kurniawan, Direktur Manajer Aneka CL- Jejak Kaki Internet Protection, bahkan mengatakan bahwa saat ini terdapat lebih dari 1.100 situs porno lokal. Hmm..

Dunia fotografi tak mau kalah, foto-foto porno mulai dari gadis kampung amatiran sampai selebritis kawakan berkompetisi meraih predikat ‘yang paling porno’. Kita ingat berbagai kasus yang menghebohkan dunia per-pornoan tanah air, seperti kasus foto Sukma Ayu, Davina, Sarah Azhari, Rahma Azhari, Tiara Lestari, Kiki Amalia dan sederet bintang top kenamaan lainnya.

Bukan hanya itu, kita juga sekarang sudah banyak bikin film porno sendiri. Bahkan film porno ini sudah bisa disutradarai oleh anak EsDe sekalipun. Soalnya tinggal arahkan kamera HaPe, pencet tombol, dan... action! Makanya begitu banyak film bermunculan, dan seluruh pelosok tanah air seakan tak mau ketinggalan. Bahkan, untuk yang beginian, tokoh-tokoh pejabat dan kalangan DPR merasa malu kalau tidak berpartisipasi. Ingat kan kasus video mesum anggota DPR RI Yahya Zaini dengan penyanyi dangdut Maria Eva, dan baru2 ini Video Porno Artis ?

Majalah-majalah Porno juga sangat mudah diakses, dulu kita masih ingat sebelum adanya pemberangusan, majalah dan tabloid sebangsa Hot, Wow, Lipstick, Liberty, Popular bisa dinikmati dengan mudah di emperan-emperan kaki lima. Anak-anak pun bisa beli dengan mudahnya. Kemudian kita pun akhirnya dapat kehormatan terpilih menjadi negeri nomor dua di Asia yang menerbitkan majalah Playboy versi lokal.

Televisi? Apalagi televisi. Iklan-iklan, sinetron, film, acara-acara talkshow, video klip berebut mengejar rating dengan memajang wanita-wanita seksi. Musik dangdut tak akan laku bila belum menampilkan aksi porno. Maka laris manislah goyang ngebor inul, goyang patah-patahnya Anisa Bahar atau goyang ngecornya Uut Permatasari.

Pfyiuhh.. dimana mata memandang, di situ porno menghadang. Di jalanan, angkot, bis kota, mall, sekolah, koran, majalah, televisi,.... hingga ada celetukan guyon dari para santri bahwa perintah Ghaddul Bashar alias menundukkan pandangan itu sekarang sudah tidak tepat lagi, karena kalau kita menundukkan pandangan kita juga tetap akan lihat porno-porno, toh sekarang rok mini dan celana-celana yang menampilkan aurat sampai ke sisi-sisi menyeramkan sudah menjadi tontonan biasa. Hahaha... saya jadi berpikir, seandainya Imam Syafi’i hidup di zaman sekarang pasti dirinya stress berat. Padahal dulu, saat dia tidak sengaja melihat tumit perempuan bukan muhrim saja beliau stress karena jadi kehilangan hapalan-hapalan beliau..... nah sekarang?

Eh, sebentar. Kira-kira kenapa sih kok bisa se-amburadul begitu masalah porno di Indonesia? Nah, usut punya usut ternyata hal ini tak lepas dari peranan pemerintah. Pemerintah rupanya punya andil besar dalam men-support ke-pornoan di Indonesia. Misalnya saja dengan berkedok pariwisata, di Bali kita harus akui bahwa yang namanya daya tarik wisata di pulau Dewata ini bukan hanya alamnya yang eksotik... bukan! Bukan itu, kalau cuma itu sih bisa saja didapatkan di daerah-daerah lain. Namun karena Bali juga menjanjikan wisata yang erotik! Pantai Kuta dan pantai Sanur misalnya. Semua orang juga tahu, salah satu pesona pantai itu adalah karena di sana banyak ‘hewan-hewan’ yang berkeliaran cuma bercelana dalam. Maaf, saya bilang hewan. Soalnya setahu saya yang namanya manusia beradab ciri khasnya adalah sudah mengenal pakaian. Kemudian pesona wisata-wisata seksnya yang menjanjikan. Di daerah-daerah lain juga tak mau ketinggalan. Hampir semua provinsi memiliki wadah pelacuran resmi, suaka margaPeEsKa yang dilindungi oleh pemerintah dan Undang-Undang. Bahkan komplek Dolly di Surabaya dikenal sebagai salah satu komplek pelacuran terbesar di Asia Tenggara. Pemerintah..... bukannya mencegah, yang ada malah ikut mengambil keuntungan dari sana.

Jadi benar, porno memang budaya yang mesti dilestarikan. Bahkan, pemerintah misalnya mendukung dan membiarkan rakyatnya yang di daerah-daerah Papua masih telanjang ria cuma memakai koteka, demi sekali lagi melestarikan budaya porno!

Maka, wajar ketika RUU Anti Pornografi Pornoaksi mau dicanangkan, banyak pihak yang protes. Masa budaya kita mau dihapuskan. Lucunya, malah kaum perempuan yang banyak turun ke jalan menentang Undang-Undang ini. ”Masa kami mau porno-porno dilarang. Ini tidak adil!” teriak mereka.

Dan mereka pun berargumen bahwa bagaimana porno mau diatur, sedangkan definisi porno saja masih belum jelas. Mengutip pendapat Dr. Janet E. Steele, pengajar di Universitas George Washington. Ia mengatakan: Tidaklah mungkin menarik garis (tegas) dengan mengatakan apa yang disebut pornografi dan yang bukan pornografi, sehingga bahkan tidak ada gunanya mencoba membuat batasan (yang tegas). Jadi tak usahlah ngatur-ngatur masalah privat!

Saya cuma ingin mengatakan pada pihak yang menentang: Maaf, Tuhan kami Allah, bukan Kapitalisme-Liberalisme. Dan Nabi kami Muhammad, bukan Dr Janet!

Allah berfirman dalam surat AlAhzab 59:
”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Muhammad Rasulullah mengatakan:
”....sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR Abu Dawud)

Nah, jadi jelas kan? Dalam Islam yang namanya porno itu batasannya aurat! Artinya apabila kelihatan satu lembar rambut saja dari wanita bukan muhrim sudah terkategori porno.

Dan lihatlah, akibat dari budaya porno kita tercengang dengan kerusakan moral dari anak-anak bangsa ini. Kita sudah merasa wajar dengan yang namanya Seks pra nikah, cicipi dulu sebelum dibeli. Kita pun sudah tidak terkejut bila mendengar berita anak kecil melakukan adegan seks dengan teman sebayanya, Homoseksual, atau penyimpangan seksual lainnya, kasus aborsi, dan lain sebagainya.

Hingga akhirnya bukan hanya generasi porno yang akan terlahir dari rahim ibu pertiwi ini, namun juga generasi-generasi yang bejat-bejat moralnya.

Tidak ada komentar: